PANGKALPINANG – Polemik temuan dana mengendap sebesar Rp2,1 triliun di perbankan daerah kembali menuai banyak pertanyaan dan sorotan publik.
Anggota Badan Anggaran DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Maryam, menyampaikan rasa kecewanya terhadap sejumlah lembaga pemerintah pusat yang dinilai membuat informasi mengenai dana daerah terkesan rumit dan membingungkan, sehingga justru mengganggu fokus dan konsentrasi daerah, termasuk Provinsi Bangka Belitung.
Maryam menilai, persoalan tersebut tidak bisa dibiarkan berlarut, apalagi muncul di tengah keterlambatan penyaluran Dana Bagi Hasil Minerba yang sejatinya merupakan hak konstitusional daerah penghasil timah. Kondisi ini, menurutnya, telah memunculkan berbagai spekulasi di tengah masyarakat.
“Kami di pemerintahan daerah berpikir, ketika terjadi selisih data yang berkaitan dengan keuangan negara seperti simpanan pemerintah daerah, koordinasi dan pencocokan data adalah tanggung jawab bersama tiga lembaga, yakni Kementerian Keuangan, Kemendagri, dan Bank Indonesia,” ujar Maryam, Sabtu (25/10/2025).
“Kalau Menteri Keuangan menolak untuk berkoordinasi, ini bukan kabar baik bagi daerah. Menkeu justru harus memastikan akurasi data keuangan tersebut,” tambahnya.
Menurut Maryam, apabila hingga kini belum ada kejelasan dari tiga lembaga pusat tersebut terkait informasi dana yang dirilis BI, maka pemerintah daerah perlu segera mengambil langkah cepat.
Ia menegaskan, temuan dana Rp2,1 triliun yang disebut mengendap di Bangka Belitung perlu ditelusuri secara menyeluruh melalui rekonsiliasi data internal dan audit keuangan daerah.
Maryam juga mendorong Pemprov Babel untuk segera berkoordinasi resmi dengan BI, Kemendagri, dan Kemenkeu guna memastikan kesesuaian data keuangan yang digunakan seluruh pihak.
“Kami akan menyarankan kepada pemerintah daerah agar memanfaatkan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) secara maksimal, memastikan seluruh transaksi tercatat dan dilaporkan dengan benar,” katanya.
Maryam menegaskan, DPRD Babel telah menerima undangan audiensi dari pimpinan dewan untuk mendengar langsung penjelasan dari pihak Bank Indonesia pada Selasa, 28 Oktober 2025 pukul 15.00 WIB.
Ia berharap forum tersebut dapat membuka titik terang atas sumber perbedaan data keuangan yang menimbulkan polemik tersebut.
Sebelumnya, persoalan fiskal Babel telah lebih dulu disuarakan melalui dua surat resmi dari Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung kepada Menteri Keuangan RI, yang berisi permohonan penambahan alokasi DBH Minerba Tahun Anggaran 2025.
Dalam surat itu dijelaskan bahwa alokasi DBH Minerba Babel tahun 2025 hanya sebesar Rp61,75 miliar, jauh menurun dari tahun sebelumnya.
Padahal, harga timah dunia telah mencapai USD 30.000 per metrik ton dengan tarif royalti baru sebesar 7,5%, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2025.
Selain itu, Pemprov Babel juga menghadapi defisit APBD sebesar Rp273 miliar, akibat penurunan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU), serta tidak tercapainya target pembiayaan daerah.
Maryam menilai kondisi ini semakin memperberat beban fiskal daerah, terlebih royalti timah yang seharusnya menjadi hak Bangka Belitung belum disalurkan sepenuhnya. (inpost.id)
Selasa Pekan Depan, Banggar Akan Rapat dengan BI Perwakilan Bangka Belitung










