PANGKALPINANG – Sebanyak 200 orang tenaga honorer di lingkungan Pemerintahan Provinsi Bangka Belitung yang gagal dalam seleksi Calon Aparatur Sipil Negara dikabarkan dilarang bekarja kembali oleh pihak Kemenpan-RB.
Kabar itu mendapat perhatian langsung Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Didit Srigusjaya.
Didit mengungkapkan, Kemenpan-RB melarang tenaga honorer yang telah mengikuti seleksi ASN, untuk kembali mengikuti tes Calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
“Ya, 200 honorer yang ikut seleksi ASN itu tidak boleh lagi ikut CPPPK. Ini harus kita luruskan dulu. Soal honorer yang tidak lulus seleksi Calon ASN kita akan adakan sistem kerja paruh waktu,” ungkapnya.
“Saat ini kami bingung, Pak Pj dan saya bingung. Di satu sisi, Menpan mengatakan honorer yang sudah ikut ASN tidak boleh lagi bekerja. Maka solusinya, kita rumahkan dulu mereka. Insya Allah besok pagi teman-teman Komisi II akan langsung mempertanyakan status hukumnya,” katanya.
Didit menambahkan, anggaran untuk membayar gaji 200 honorer itu hanya akan dialokasikan setelah ada kejelasan aturan dari pemerintah pusat.
“Jika nantinya diperbolehkan untuk dipekerjakan kembali, baru kita anggarkan. Kalau sudah kita anggarkan tapi ternyata mereka tidak dipekerjakan, saya dan Pak Pj tidak mau menanggung akibatnya. Contohnya, 3 juta per bulan dikalikan 200 orang, dari mana kita dapat uangnya?,” jelasnya.
Didit juga menegaskan pentingnya transparansi dalam pendataan tenaga honorer. Tidak hanya data global, tapi juga data per OPD agar divalidasi dengan baik.
“Pak Pj masih menyarankan dirumahkan dulu. Setelah ada keputusan dari pusat, baru kita pekerjakan kembali. Maka dari itu, DPRD meminta tolong kepada bagian kepegawaian untuk menyampaikan data nama-namanya. Jangan sampai ada permainan politik di SKPD,” tegas Didit.
“Misalnya, ada berapa orang di Dinas Kelautan, ada berapa di tempat lain. Jangan sampai, kalau kita tidak punya data, nanti setelah diperbolehkan bekerja lagi, yang muncul bukan mereka. Jangan sampai yang dipekerjakan adalah keponakan ketua DPR, kader ketua DPR saya tidak mau itu terjadi,” katanya.
Didit juga berharap kebijakan ini dapat dijalankan dengan baik dan transparan, sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. (Ilham)