JAKARTA – Presiden RI Joko Widodo, menegaskan penanganan tindak pidana pencucian uang harus dilakukan secara komprehensif.
Penegasan tersebut disampaikan Kepala Negara dalam pengarahannya pada Peringatan 22 Tahun Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme, Rabu lalu di Istana Negara, Jakarta.
“Kita harus dua atau tiga langkah lebih maju dari para pelaku dalam membangun kerja sama internasional, dalam memperkuat regulasi dan transparansi dalam menegakan hukum yang tanpa pandang bulu serta pemanfaatan teknologi. Ini yang penting,” ungkap dia.
Joko Widodo juga mengatakan, pola baru berbasis teknologi dalam TPPU harus terus diwaspadai. Bahkan berdasarkan data crypto crime report, ditemukan adanya indikasi pencucian uang melalui aset kripto sebesar USD8,6 miliar di tahun 2022 atau setara Rp139 triliun.
“Ini bukan besar, tapi besar sekali. Ini artinya, pelaku TPPU terus-menerus mencari cara-cara baru,” ujar dia.
“Kita tidak boleh kalah, tidak boleh kalah canggih, tidak boleh jadul, tidak boleh kalah melangkah, harus bergerak cepat, harus di depan mereka kalau ndak ya kita akan ketinggalan terus,” imbuh dia.
Selain TPPU, Joko Widodo juga mengingatkan jajarannya untuk terus waspada terhadap ancaman pendanaan terorisme. Menurutnya, ancaman pendanaan terorisme harus terus dipantau dan dicegah.
“Saya berharap PPATK serta kementerian/lembaga yang terkait dapat terus meningkatkan sinergi dan inovasinya,” imbuh dia.
Joko Widodo juga berpesan agar jajarannya terus mengupayakan penyelamatan dan pengembaliaan uang negara melalui Undang-Undang Perampasan Aset dan Undang-Undang Pembatasan Uang Kartal. Saat ini peraturan tersebut masih bergulir di DPR.
“Bolanya ada di sana, karena kita harus mengembalikan apa yang menjadi milik negara. Kita harus mengembalikan apa yang menjadi hak rakyat, pihak yang melakukan pelanggaran semuanya harus bertanggung jawab atas kerugian negara yang diakibatkan,” tegas dia. (*)
Sumber: Sekretariat Presiden