HEADLINEOPINI

Kotak Kosong Tidak Melompong

161
×

Kotak Kosong Tidak Melompong

Sebarkan artikel ini
Penulis: Romlan (Pemimpin Redaksi)

Pemilihan kepala daerah serentak tahun 2024, tiga wilayah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berpotensi akan diikuti oleh satu bakal pasangan calon atau biasa disebut calon tunggal. Berdasarkan data yang dirilis KPU, ketiga wilayah tersebut yaitu Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Selatan.

Pemilihan Wali Kota Pangkalpinang hanya diikuti pasangan Molen-Hakim. Pemilihan Bupati Bangka ada pasangan Mulkan-Ramadian, dan Pemilihan Bupati Bangka Selatan ada pasangan Riza-Debby. Ketiga bakal pasangan calon itu dipastikan sudah mendaftar di Sekretariat KPU di wilayah masing-masing.

READ  Amankan Pilkada 2024, Polda Babel Akan Terjunkan 2.871 Personel

Fenomena pasangan calon tunggal sebagai peserta Pilkada memang bukan hal baru, tetapi bagi masyarakat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung khususnya, Pilkada yang hanya diikuti satu pasangan calon baru akan terjadi di tahun 2024 ini.

Mengenai pasangan calon peserta Pilkada diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
READ  Ada Wacana Penundaan Pilkades 2023

Hingga tulisan ini dimuat, KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota belum menetapkan pasangan calon yang dinyatakan memenuhi syarat untuk bertarung pada Pilkada Serentak 2024 sebagaimana ketentuan Pasal 54C Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Semuanya masih berproses.

Bagian menariknya ada pihak atau kelompok tertentu yang menggaungkan ‘KOTAK KOSONG’. Padahal di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 itu tidak ada diksi ‘Kotak Kosong’. Disebut kotak kosong, mungkin karena di surat suara nanti hanya ada 2 kotak. Yang satu ada foto pasangan calon dan yang lainnya tanpa foto pasangan calon alias kosong.
READ  Arnadi Minta Pemkot Serius Atasi Banjir

Dengan berbagai alasan yang dijadikan bahan pertimbangan, pihak-pihak atau kelompok itu pun mulai gencar mengajak agar masyarakat datang ke TPS untuk mencoblos ‘Kotak Kosong’ ketimbang mencoblos bagian surat suara yang ada foto pasangan calon. Memang tidak ada larangan, masyarakat baik perseorangan maupun kelompok boleh mengkampanyekan ‘Kotak Kosong’.

Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017, Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pasangan Calon, adalah bakal pasangan calon yang telah memenuhi syarat dan ditetapkan sebagai peserta Pemilihan.
READ  Tunjukkan Keseriusan, Pasangan Riza-Debby Kembalikan Formulir Pendaftaran

Merujuk penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa munculnya diksi pasangan calon tunggal lantaran tidak ada pasangan calon lain yang mendaftar atau yang memenuhi syarat sebagai peserta pada pemilihan kepala daerah. Karena tidak ada lawannya, muncullah diksi pasangan calon melawan ‘Kotak Kosong’.

Masyarakat Harus Diberikan Pemahaman

Merujuk ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 54C ayat (2), sepertinya KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota yang hanya diikuti satu pasangan calon yang memenuhi syarat harus kerja ekstra melakukan sosialisasi, utamanya mengajak masyarakat datang ke tempat pemungutan suara untuk memberikan hak pilihnya. Karena ketentuan Pasal 54C ayat (3) Pemberian suara dilakukan dengan cara mencoblos.
READ  Terselip Topik Politik dan Pilkada

KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota beserta jajarannya perlu menjelaskan kepada masyarakat tentang surat suara yang ada foto pasangan calon dan yang tidak ada foto alias polos. Ajakan agar masyarakat datang ke TPS untuk memberikan hak pilih, juga harus dibarengi dengan pemberian pemahaman tentang pasangan calon tunggal dan ‘Kotak Kosong’.

Begitu pula dengan tim pemenangan pasangan calon tunggal tersebut. Jangan terlalu yakin dulu pasangan calon jagoannya akan terpilih. Karena fenomena pasangan calon dikalahkan oleh ‘Kotak Kosong’ sudah pernah terjadi di Indonesia, tepatnya pada Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar pada Juni 2018 lalu. Peristiwa Pilwako Makassar itu merupakan realita, bahwa ‘Kotak Kosong Tidak Melompong’.
READ  Kejati Babel Masih Selidiki Penyimpangan Proyek Kolam Retensi

Jika KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota harus meyakinkan masyarakat agar mau datang ke TPS untuk memberikan hak suaranya, maka tim pemenangan harus meyakinkan masyarakat agar mencoblos surat suara yang ada foto pasangan calonnya. Tidak ada foto pada surat suara bukan berarti tidak ada lawan, tapi justru lawannya tidak terlihat. Kalau jelas lawannya siapa, mungkin bisa dipetakan basis dan kekuatannya.

Ketentuan Pasal 54D (1) KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan pasangan calon terpilih pada Pemilihan 1 (satu) pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54C, jika mendapatkan suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari suara sah. Jika tidak, dipastikan pasangan calon itu kalah oleh ‘Kotak Kosong’ dan harus dilaksanakan Pilkada ulang.
READ  Masrura Kunjungi HPM Kecamatan Mentok

Namun tidak perlu khawatir, pasangan calon yang kalah oleh ‘Kotak Kosong’ boleh mencalonkan lagi dalam pemilihan berikutnya, yang akan diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan.

Setiap Pelanggaran Ada Sanksi

Suka atau tidak suka terhadap sesuatu adalah manusiawi, termasuk dalam hal menentukan pilihan pada pemilihan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Namun ketidaksukaan itu jangan sampai jadi kunci pembuka pintu penjara, karena setiap pelanggaran pasti ada sanski atau hukumannya.
READ  Aroma Nuansa Pilkada Sudah Mulai

Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota harus pasang mata dan telinga. Waspadai dan segera tindak pihak-pihak atau kelompok yang mengajak orang untuk tidak datang ke TPS alias Golput. Mengajak orang memilih ‘Kotak Kosong’ belum tentu pelanggaran, tapi mengajak orang untuk golput dengan alasan apapun merupakan pelanggaran serius, oleh karena itu perlu tindakan tegas pula.

Media sosial dan beragam aplikasi perpesanan instan paling potensial jadi tempat penyebaran ajakan golput. Sebelum terjadi, Bawaslu harus gencar mensosialisasikan apa saja bentuk pelanggaran dalam Pilkada yang akan merugikan pelaku dan juga orang lain.
READ  Sugesti Buka Rapat Penguatan Kapasitas Pengawas

Meningkatkan partisipasi pemilih bukan hanya tugas dan tanggung jawab penyelenggara pilkada atau tim pemenangan saja, tetapi merupakan tugas bersama seluruh eleman masyarakat.

Penulis juga mengajak seluruh masyarakat datang ke TPS untuk memberikan hak pilih masing-masing. Terlepas mau mencoblos surat suara yang ada foto pasangan calon atau yang tidak ada fotonya, tetaplah gunakan hak pilih sesuai hati nurani.
READ  Presiden Resmikan Bendungan Tiu Suntuk

Jika ‘Kotak Kosong’ Menang

Kembali pada ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 54D (1), pasangan calon tunggal dapat ditetapkan sebagai pemenang jika mendapatkan suara lebih dari 50% dari suara sah. Jika target itu tidak tercapai, dipastikan pasangan calon itu kalah oleh ‘Kotak Kosong’ dan harus dilaksanakan Pilkada ulang.

Pasangan calon yang kalah oleh ‘Kotak Kosong’ memang boleh mencalonkan lagi dalam pemilihan berikutnya, yang akan diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan. Bisa saja Pilkada ulang itu baru dilaksanakan 5 tahun yang akan datang atau 2029 nanti.
READ  Istri Maizi Terima Santunan Dari BPJS Ketenagakerjaan

Namun perlu diingat! Jika ‘Kotak Kosong’ yang menang dan harus dilaksanakan Pilkada ulang, berapa banyak lagi anggaran akan dihabiskan? Puluhan miliar. Dana untuk Pilkada bersumber dari APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota, apakah kita rela sebagian besar dana APBD dihabiskan untuk pelaksanaan Pilkada ulang?

Jika ‘Kotak Kosong’ menang, pasca pencoblosan provinsi dan kabupaten/kota yang bersangkutan akan kembali dipimpin oleh penjabat kepala daerah yang kewenangannya terbatas dalam hal tertentu, tidak seperti kewenangan kepala daerah definitif.
READ  Berdasarkan Keputusan Kementerian Menteri Dalam Negeri

Penulis mengajak semuanya berfikir jernih dengan akal sehat, sebaiknya kesampingkan dulu urusan sakit hati dan dendam. Beda pendapat dan pendapatan itu biasa, namun ada kepentingan yang lebih besar yang harus diutamakan, yaitu kepentingan pembangunan daerah.

Pilkada ulang hanya akan menghabiskan banyak anggaran, padahal dana puluhan miliar itu bisa digunakan untuk banyak keperluan lainnya. Pilkada ulang juga belum tentu terpilih pasangan calon yang sesuai keinginan kita, bisa saja terpilih yang lebih buruk.
READ  SPM Awards 2024, Bangka Barat Raih Peringkat Tiga Nasional

Suka atau tidak? Tanggal 27 November 2024 nanti pilihannya hanya coblos surat suara yang ada foto pasangan calon atau yang polos? Menerima yang terbaik dari yang terburuk, adalah satu-satunya pilihan saat ini. (*)

Catatan Shubuh
Sungailiat, 06 September 2024

Tinggalkan Balasan