PANGKALPINANG – Bawaslu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah memetakan potensi Tempat Pemungutan Suara rawan pada Pemilihan 2024 untuk mengantisipasi gangguan atau hambatan di TPS pada hari pemungutan suara.
Kabar itu diungkapkan Kordiv Pencegahan, Parmas dan Humas Bawaslu Provinsi Babel, Sahirin, saat Rapat Penguatan Kelembagaan Publikasi Indeks Kerawanan Pemilu 2024 di Kantor Bawaslu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Rabu (20/11).
“Hasilnya, terdapat 9 indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi, 9 indikator yang banyak terjadi, dan 6 indikator yang tidak banyak terjadi namun tetap perlu diantisipasi,” ungkapnya.
Menurut Sahirin, pemetaan kerawanan tersebut dilakukan terhadap 8 variabel dan 27 indikator, diambil dari sedikitnya 374 (95%) dari 393 Kelurahan atau Desa di 7 Kabupaten/Kota yang melaporkan kerawanan TPS di wilayahnya.
“Pengambilan data TPS rawan dilakukan selama 6 hari pada 10 sampai dengan 15 November 2024,” ujarnya.
Sahirin menambahkan, variabel pengguna hak pilih mencakup TPS dengan pemilih DPT yang sudah tidak memenuhi syarat, pemilih pindahan, potensi pemilih yang tidak terdaftar (Potensi DPK), penyelenggara pemilihan yang memilih di luar domisili, pemilih disabilitas, penggunaan sistem noken yang tidak sesuai, serta riwayat Pemungutan Suara Ulang.
Pada variabel keamanan, fokusnya adalah TPS yang memiliki riwayat kekerasan, intimidasi terhadap penyelenggara, dan penolakan penyelenggaraan pemungutan suara. Variabel politik uang berfokus pada TPS dengan riwayat pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai ketentuan kampanye,” jelasnya.
Masih kata Sahirin, variabel politisasi SARA mengamati TPS yang memiliki riwayat praktik menghina atau menghasut terkait isu agama, suku, ras, dan golongan.
Variabel netralitas mencakup TPS dengan petugas KPPS yang berkampanye atau tindakan ASN, TNI/Polri, atau perangkat desa yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon.
Variabel logistik mencakup TPS dengan riwayat kerusakan logistik, kekurangan atau kelebihan logistik, serta keterlambatan distribusi logistik.
“Variabel lokasi TPS mengamati TPS yang sulit dijangkau, berada di wilayah rawan konflik atau bencana, serta TPS yang dekat dengan lembaga pendidikan, wilayah kerja, rumah pasangan calon, atau posko tim kampanye. Terakhir, variabel jaringan internet dan aliran listrik mencakup TPS yang memiliki kendala jaringan internet dan aliran listrik,” bebernya.
Oleh karenanya, Sahirin merekomendasikan KPU untuk menginstruksikan kepada jajaran PPS dan KPPS melakukan antisipasi kerawanan sebagaimana yang telah disebutkan.
“Diharapkan KPU dapat melaksanakan distribusi logistik sampai ke TPS pada H-1 secara tepat (jumlah, sasaran, kualitas, waktu), melakukan layanan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan dan memprioritaskan kelompok rentan, serta mencatat data pemilih dan penggunaan hak pilih secara akurat,” tutupnya. (Dika)