HEADLINE

Jangan Ada Monopoli Antar Kelompok

192
×

Jangan Ada Monopoli Antar Kelompok

Sebarkan artikel ini

BANGKA — Masalah penambangan laut di perairan Dusun Mengkubung, Desa Riding Panjang, Kecamatan Belinyu, tidak akan ada habisnya.


Berdasarkan tanggapan yang didapatkan wartawan media ini, Rabu (02/03) pagi. Beberapa tanggapan muncul dari berbagai kalangan terkait kegiatan itu, pasca berita permintaan uang bendera dari salah satu oknum RT setempat.

Kondisi situasinya saat ini pun, perairan itu sudah tidak ada kegiatan tambang yang beroperasi. Hanya ada beberapa unit ponton saja yang parkir di bibir pantai Mengkubung.

Kerapnya razia dari pihak berwenang, hingga aturan-aturan yang ditetapkan oleh panitia yang mengelola, termasuk pungutan-pungutan yang mengatas namakan kegiatan yang saat ini masih dikatakan ilegal, hingga terjadinya monopoli antar kelompok.

Kasrin Hasan, selaku perwakilan dari LSM Laskar Merah Putih mengatakan, pihaknya mendukung jika itu kembali kepada kepentingan masyarakat walaupun dikatakan ilegal. Karena kata pria yang kerap disapa Caplin ini, adanya gesekan dari para pengaku kepentingan membuat kegiatan ini tidak berjalan lancar. Ditambah lagi, adanya monopoli antar kelompok yang berkepentingan.

” Pada intinya, kami dari Laskar Merah Putih ini, selalu mendukung apa yang dilakukan untuk masyarakat ini. Jangan sampai masyarakat dirugikan. Jangan ada lah, monopoli-monopoli per kelompok, kalau begitu terus bergejolak terus. Terus terjadi gesekan-gesekan antar yang berkepentingan itu nggak akan selesai. Sebenarnya masalah ilegal, ilegal nggak ilegal tetap dikerjakan lah kalau itu. Menurut saya, apa yang sudah dilakukan Pak Kapolres kemarin yang ngumpulin penambang, itu sudah cukup bagus. Beliau tahu situasi itu, dan kondusifitas lah yang utama,” ungkapnya, Rabu (02/03) siang, di Belinyu.

Joni, selaku Sekjen Pemuda Pancasila PAC Belinyu mengungkapkan, permasalahan ini semua pihak berwenang dan masyarakat harus duduk bersama dalam membahas hal ini. Tak menampik, kata Joni, hasil timah saat ini masih menjadi primadona di Bangka Belitung. Sebabnya, kata dia, pemerintah pun belum bisa menciptakan lapangan kerja berskala besar.

” Terkait masalah penambangan Teluk Kelabat, semua stake holder baik itu penambang, pengumpul timah ,masyarakat dan nelaya, terkait harus duduk bersama guna mencari solusi bagi kisruh yang kerap kali terjadi berulang ulang. Kita tidak pungkiri, bahwa tambang masih jadi primadona bagi peningkatan kualitas kesejahteraan hidup masyarakat, tanpa mengkesampingkan dampak yang timbul dari kegiatannya dampak lingkungn sosial, ekonomi juga masyarakat. Artinya smua hrs diupayakan diminimalisir. Sebab secara jujur kita katakan bahwa sampai saat ini pemrintah daerah baik Gubernur atau Bupati belum mampu menciptakan langan pekerjaan skala besar. Yang mampu menjamin kebutuhan hdup bagi masyarakat,” ungkap Joni, Rabu siang, disalah satu warkop di Belinyu.

Dari pihak penambang, sebut saja Mt mengaku, tergiur dengan hasil timah yang ada di perairan pulau Mengkubung. Namun, besarnya potongan dan pungutan membuat dia menarik diri dari lingkup itu, dan memilih bekerja ditempat yang aman saja.

” Niat lah kalau nambang disitu, apalagi dengar hasilnya cukup lumayan. Tapi kalau banyak pungutan-pungutan, keberatan kami. Kalau masalah uang bendera, ya namanya bayar, mau nggak mau lah. Tapi tambah potongan lain, wah, keberatan. Iya kalau ada hasil, kalau nggak yaa amsiong. Mana sebentar razia, mending cari tempat aman lah,” kata Mt.

Senada yang sama, Hen, selaku warga dan mengetahui seluk beluk tambang laut mengaku, perairan Mengkubung memang kerap kali menimbulkan permasalahan. Kata dia, sesama masyarakat pun saling berebutan kepentingan, bahkan mengatas namakan kepentingan masyarakat. Maka dari itu, kata Hen, penambang dalam hal ini menjadi korban karena kerap kali razia. Apalagi, kata Hen, setiap kali menarik ponton selalu mengeluarkan biaya.

” Dalam konteks ini, daerah Mengkubung terlalu banyak problemanya. Yang mana, sesama masyarakat Belinyu juga saling berebut posisi disana. Disini mereka mengatasnamakan masyarakat, padahal masyarakat sekitar belum tentu merasakan nya. Dalam hal ini para penambang yang terombang ambing. Keluar masuk Mengkubung, setiap kali kuar masuk ongkos tarik nya Rp. 500 Ribu,” ucapnya.

Salah satu warga yang enggan menyebutkan namanya mengaku, kerap memancing ikan di sekitar pulau Mengkubung, pada hari ini juga, kata dia, masih ada terdapat beberapa ponton di perairan itu, dan terparkir di tepi pantai Mengkubung.

” Masih ada lah ponton, itu sana deket bibir pantai ada yang parkir. Tapi nggak bekerja, soalnya stiknya keatas,” ujar dia. (Randhu)