PANGKALPINANG – Wakil Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Beliadi, angkat bicara terkait harga beras mulai meningkat di sejumlah wilayah yang ada di Babel.
Menurutnya, kenaikan harga beras di pasaran disebabkan oleh fenomena El Nino yang saat ini melanda Indonesia, termasuk Provinsi Bangka Belitung, sehingga membuat bahan pokok seperti beras mulai mahal di pasaran.
Seperti di Kota Pangkalpinang, sebelumnya untuk harga beras yang biasanya Rp 68.000 kemasan 5 kg, naik atau Rp 13.600 per kg menjadi Rp 72.000 per kemasan 5 kg atau Rp 14.400 per kg.
Tak hanya itu, kenaikan harga beras juga terjadi di Kabupaten Belitung dan Belitung Timur. Masyarakat biasanya membeli Rp 65.000 per kemasan 5 kg, tiba-tiba saat hendak membeli lagi naik menjadi Rp 80.000 per kemasan 5 kg.
Beliadi mengatakan, kenaikan bahan pokok di Babel saat ini cukup mengkhawatirkan. Karena itu dibutuhkannya gerakan pertanian yang kuat sedari dini, sehingga dapat mengantisipasi terjadinya kelangkaan bahan pangan di masa yang akan datang.
“Ini baru El Nino tiga bulan saja, Babel sudah mengalamai kenaikan harga beras dan bahan pokok dapur luar biasa tinggi. Kita harus waspada, jangan enjoy dengan keadaan sekarang. Antisipasinya sudah harus dimulai, agar ke depan tidak kelabakan,” kata Beliadi, Kamis (14/9/2023).
Beliadi menyarankan langkah antisipasi. Misalnya peralihan konsumen total menjadi semi produsen, dan berujung pada swasembada. Sehingga, jika swasembada telah diterapkan dan terjadi inflasi, maka kenaikan harga yang terjadi juga dapat dirasakan oleh petani yang ada di Babel.
“Jika kita tidak melangkah ke swasembada, saat ada sutuasi tertentu terhentinya pasokan kebutuhan pokok dari luar,pulau Babel bisa terancam. Karena tidak memiliki kekuatan pangan sendiri, nanti bisa terjadi chaos pangan, ini bahaya sekali,” kata dia.
Apalagi berdasarkan informasi yang diterima Beliadi, saat ini negara India tidak akan mengekspor beras keluar negeri. Sedangakan petani di Jawa dan Sumatera gagal panen.
Ditambah lagi, negara Vietnam dan Thailand diketahui telah meneken kontrak dengan negara-negara lain, sehingga kemungkinan besar Indonesia tidak akan dapat jatah lagi dari negara-negara tersebut, dan dikhawatirkan akan berdampak terhadap masyarakat khususnya di daerah kepulauan.
“Otomatis Babel akan kena imbasnya, karena kita masih mengharap suplay beras, bawang, dan lain-lainnya dari luar,” jelasnya.
Untuk itu Beliadi menyarankan penyuluhan kepada petani dari pemerintah daerah harus lebih gencar lagi. Sehingga program yang dimaksud dapat berjalan dan lahan-lahan sawah yang tidak termanfaatkan dengan baik, dapat sesegera mungkin dioptimalkan.
“Bila perlu siapkan stimulus cadangan petani alih profesi untuk biaya hidup mereka saat menunggu panen, agar orang tidak takut bertani dan strategi rekayasa harus disiapkan untuk ini. Prediksi-prediksi ke depan sudah harus diolah dengan matang, agar tidak terjadi kelangkaan pangan di Babel jika keadaan di luar kendali kita,” tutup Beliadi. (Dika)