PANGKALPINANG – Babel Resources Institute (BRiNTS) menggelar Webinar Nasional dengan dengan tema “Di Balik Jor-joran RKAB Timah dan Terungkapnya Korupsi SDA” melalui via zoom meeting, Senin (23/10/2023).
Webinar ini dilakukan BRiNTS, karena melihat karut marut bisnis pertambangan timah di Bangka Belitung hingga saat ini semakin tak terbendung.
Alih – alih penyelamatan sumber daya alam untuk kepentingan bangsa, negara turut andil memberikan peluang secara luas eksploitasi timah tanpa kontrol.
Webinar ini menghadirkan Dr. Undang Mugopal, Direktur Upaya Hukum Luar Biasa, Eksekusi dan Eksaminasi Jampidsus, Kejaksaan Agung, Teddy Marbinanda, Direktur BRiNST dan dimoderatori Dwi Haryadi, dosen Fakultas Hukum UBB.
Direktur BRiNST, Teddy Mabinanda mengatakan persoalan penambangan timah di Bangka Belitung perlu mendapat perhatian serius.
Bahkan Teddy Mabinanda mengapresiasi Kejaksaan Agung turun gunung melakukan penyelidikan maupun penyidikan kasus korupsi pertambangan timah.
Menurut Teddy, harus ada penindakan hukum untuk menghindari kerugian negara karena praktik penambangan timah secara ilegal, yang saat ini membuat semua orang leluasa mengambil timah tanpa pertanggungjawaban yang jelas.
Dia mengatakan, temuan BRiNST sudah seharusnya ada penindakan hukum untuk menghindari kerugian negara. Karena praktik penambangan timah secara ilegal saat ini membuat semua orang leluasa mengambil timah tanpa pertanggungjawaban yang jelas.
“Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian ESDM harus melakukan evaluasi dan mengkaji ulang RKAB perusahaan pertambangan timah di Indonesia,” kata Teddy Marbinanda pada Webinar tersebut.
Teddy menambahkan, BRiNST meragukan data yang menjadi penerbitan RKAB perusahaan timah.
“Dari riset kami, kami meragukan apakah persetujuan RKAB sudah sesuai prosedur atau tidak,” ujarnya.
Bahkan kata Teddy, BRiNST pun mencurigai ekspor timah mengalir deras dari perusahaan smelter timah yang hanya memiliki IUP di bawah 10 ribu hektar, ada yang di bawah seribu hektar.
Lanjut Teddy, kuota ekspor yang diberikan sangat erat kaitannya dengan persetujuan RKAB yang diberikan oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral Batubara Kementerian ESDM.
“Kegiatan penambangan di Bangka Belitung masih jauh dari rasa keadilan dan ketertiban hukum. Selama ini para pengepul timah memperoleh bijih timah dari tambang rakyat illegal dan kemudian diekspor oleh perusahaan timah,” jelas Teddy.
Sementara Direktur Upaya Hukum Luar Biasa, Eksekusi dan Eksaminasi Jampidsus Kejaksaan Agung, Undang Mugopal mengungkapkan, ada sejumlah modus korupsi di bidang pertambangan.
Modus itu yakni, tindak pidana melakukan pertambangan tanpa izin, tindak pidana menyampaikan data laporan keterangan palsu, tindak pidana melakukan operasi produksi di tahapan eksplorasi, tindak pidana memindahtangankan perizinan kepada orang lain, hingga tindak pidana tidak melakukan reklamasi dan pasca tambang.
Selain modus itu, Undang Mugopal menegaskan, kasus korupsi di bidang pertambangan yang terdeteksi di antaranya suap atau gratifikasi di dalam izin usaha pertambangan, pemanfaatan hutan secara ilegal untuk pertambangan, tidak dilakukan renegoisasi peningkatan nilai tambah dalam bentuk pengolahan dan pemurnian hasil tambang meneral dan batubara.
Kemudian manipulasi data ekspor sehingga berpengaruh terhadap PNBP negara, penyimpangan pada domestic market obligatioan, perizinan tidak didelegasikan ke pemerintah pusat, rekomendasi teknis fiktif, berbelit-belit, hanya sebagai formalitas hingga mafia tambang terhadap backing – backing pertambangan illegal tanpa izin.
Menurut Undang, saat ini Kejaksaan Agung sedang menangani dugaan tindak pidana korupsi pertambangan timah di dua klaster, yakni BUMN dan klaster pemerintah daerah.
Menjawab tentang modus manipulasi ekspor dan penerbitan Rencana Kegiatan dan Anggaran Biaya (RKAB) Perusahaan Smelter Timah, Undang Mugopal menyebut dua hal itu bisa menjadi modus korupsi.
“Ini salah satu modus yang disampaikan yang sedang kita tangani. Ini satu di antara delapan modus korupsi pertambangan yang terjadi. Seolah – olah (RKAB) sudah sesuai prosedur, kadang penyidik menemukan modus korupsi itu,” beber dia.
Undang menambahkan, modus korupsi yang ditangani adalah tindak pidana korupsi dalam pengurusan IUP. Bahkan Ia menyebut saat ini Kejagung sedang melakukan penggeledahan terkait korupsi pertambangan timah.
“Di dalam ada yang disampaikan itu (soal RKAB). Intinya kalau sudah sampai prosedur, tidak mungkinlah penyidik mempermasalahkan itu. Kasusnya di Bangka Belitung, digeledahnya ada yang di Surabaya dan sebagainya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ada info yang akurat dari Direktur Penyidikan (Kejagung),” kata dia.
Undang berharap pihak – pihak yang memiliki data, bisa melaporkan ke pihak kejaksaan yang ada di daerah maupun ke Kejaksaan Agung.
“Kalau ada laporan dari masyarakat, minimal jadi kompas kita. Kita menangani perkara korupsi tanpa kompas akan butuh waktu. Kalau ada pihak memiliki data laporan, lebih bagus sampaikan ke kita, kita analisa, apakah laporan tersebut bisa digunakan,” demikian Undang. (Dika)