PANGKALPINANG – Kuasa hukum tersangka Hendra Apollo, Feriyawansyah, menyatakan kliennya sudah kooperarif dan tidak bisa dikatakan sebagai DPO.
“Kalau DPO itu kan tidak datang? Ini kami datang sesuai dengan KUHAP, sesuai dengan aturan hukum, sesuai dengan surat undangan kami hadir hari ini,” ungkap Feriyawansyah di Kejati babel, Rabu (29/3).
Feriyawansyah menuturkan terkait pengembalian dana, hal ini atas permintaan dan petunjuk untuk dikembalikan. Sebagai orang yang taat hukum, kliennya Hendra Apollo sudah mengembalikan berdasarkan berita acara tanggal 13 November 2022, senilai kerugian itu Rp 415 juta.
“Nah, ini yang kita nilai baiknya dari seorang Pak Hendra Apollo. Apapun yang sifatnya jika memang uang itu menjadi persoalan hukum, dia kembalikan. Tapi kalau kita berbicara aturan seperti yang kami sampaikan kemarin, kita belum bisa berdebat di pengadilan. Apakah uang itu bermasalah atau tidak?,” jelas dia.
Uang yang dipersoalkan ini menurut Feriyawansyah, bukan uang proyek, SPPD fiktif atau dana gratifikasi. Karena penerimaan uang ini sudah diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017.
“Dan peraturan ini yang dianggap ada persoalan hukum, dan juga peraturan ini yang dipakai oleh seluruh anggota DPRD di Indonesia. Jadi kalau ini memang menjadi masalah hukum, ke depannya pun akan menjadi masalah hukum di seluruh Indonesia. Karena PP Nomor 18/2017 itu kan jelas?,” bebernya.
Selain itu, ada peraturan-peraturan daerah yang mengatur tentang hak dan kewajiban pimpinan dan anggota DPRD, yaitu Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2017.
“Ada aturannya itu. Dan ada juga Pergub yang mengatur lagi, yang menurut mereka itu tidak bisa didisrupsikan,” imbuhnya.
Padahal, sambung Feriyawansyah, ini aturannya jelas berapa besaran-besaran yang didapatkan oleh unsur pimpinan maupun anggota DPRD. Setelah itu ada perubahan tambahan terkait angka-angka.
“Tadi dijelaskan dalam PP, kalau ini dihitung sesuai dengan keadaan (keuangan) daerah masing-masing, ada perubahan lagi Pergub Nomor 18 Tahun 2021,” beber dia.
Masih kata Feriyawansyah, dari mekanisme aturan-aturan inilah menurutnya sebagai kuasa hukum, bahwa penerimaan uang tunjangan transportasi unsur pimpinan DPRD yang kemudian jadi persoalan ini sudah bersesuaian dengan aturan hukum.
“Dan kami merasa uang itu bukan hasil kejahatan. Namun, pendapat jaksa dan pendapat kami kan berbeda,” kata dia.
Hal itu dikatakan Feriyawansyah, karena belum bisa menguji untuk kasus hukum ini salah atau benar? Apakah barang ini akan menjadi uang yang bermasalah?
“Kalau bermasalah, banyak yang akan terjadi. Kayak tunjangan rumah yang sudah dikembalikan itu, kenapa tidak dijadikan tersangka?,” tukasnya. (Romlan)