PANGKALPINANG – Kebijakan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung yang melarang pungutan Iuran Penyelenggaraan Pendidikan di seluruh SMA / sederajat menuai tanggapan dari DPRD Provinsi Babel.
Sekretaris Komisi IV DPRD Provinsi Babel, Agam Dliya Ul-haq, menyatakan larangan tersebut harus dibarengi dengan kebijakan alternatif yang solutif untuk menjaga keberlangsungan pendidikan.
Menurut Agam, lebih dari 200 guru di Bangka Belitung selama ini menggantungkan penghasilan mereka pada dana IPP, karena tidak terakomodir dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
“Pemerintah provinsi perlu mencari terobosan untuk meningkatkan pendapatan daerah. Hal ini penting agar kebutuhan pendidikan tetap terpenuhi meskipun IPP dihapuskan,” kata Agam, Rabu (30/4/2025).
Dasar Hukum dan Pemanfaatan IPP
Penggalangan dana IPP merujuk pada beberapa regulasi, antara lain:
– Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
– Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, yang menyatakan bahwa pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
– Peraturan Gubernur Babel Nomor 78 Tahun 2017 tentang Dana Pendidikan, yang menyebutkan masyarakat memiliki tanggung jawab untuk menutupi kekurangan pendanaan pendidikan.
– Keputusan Gubernur Nomor 188.4/13/DISDIK/2018, yang menetapkan batas maksimal pungutan sebesar Rp75.000 per peserta didik setiap bulan.
Dana IPP selama ini digunakan untuk:
– Peningkatan mutu pendidikan.
– Pengadaan sarana dan prasarana sesuai standar.
– Kegiatan minat dan bakat siswa.
– Pameran pendidikan dan promosi sekolah.
– Kunjungan ke industri dan perguruan tinggi.
– Peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan.
– Penelitian dan pengembangan teknologi tepat guna.
– Pembayaran honor Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT).
Dampak Penghentian IPP
Penghapusan IPP berpotensi menyebabkan:
– Pemutusan hubungan kerja terhadap 275 GTT dan PTT, terdiri atas 142 tenaga di SMK dan 133 tenaga di SMA.
– Gangguan dalam proses belajar mengajar akibat kekurangan guru.
– Terhambatnya program pengembangan karakter dan bakat siswa.
– Menurunnya keamanan dan kenyamanan lingkungan sekolah.
Sementara itu, kebutuhan biaya pendidikan per siswa SMA dan SMK per tahun mencapai Rp5.000.000.
Sedangkan dana BOS dari APBN hanya mencakup Rp1.500.000 untuk SMA dan Rp1.600.000 untuk SMK.
Tambahan dari APBD pun hanya sekitar Rp500.000–Rp800.000 per siswa. (inpost.id)
Gubernur Larang Pungut IPP, DPRD Minta Kebijakan Alternatif
