Dunia pendidikan dasar kembali mendapat angin segar melalui inovasi yang dikembangkan oleh Inzoni, guru sekaligus mahasiswa magister Pendidikan Dasar Universitas Negeri Semarang.
Ia memperkenalkan pembelajaran seni mozaik pasir kepada siswa SDN 10 Riau Silip sebagai alternatif dari metode seni konvensional.
Dengan memanfaatkan pasir sebagai medium, Inzoni menciptakan pengalaman belajar kreatif yang memadukan seni, lingkungan, dan keterampilan motorik halus.
Langkah ini menjadi terobosan baru di sekolah dasar yang selama ini belum pernah menerapkan metode serupa. Inisiatif tersebut memperlihatkan bagaimana kreativitas guru dapat mengubah dinamika kelas.
Lebih jauh, inovasi ini membuka ruang bagi pembelajaran seni yang lebih hidup. Mozaik pasir terbukti memunculkan antusiasme tinggi dari para siswa.
Berdasarkan hasil penelitian, siswa mengakui bahwa aktivitas ini merupakan pengalaman pertama mereka dalam menggunakan bahan alam sebagai media seni.
Mereka belajar membuat pola, memilih warna pasir, menempelkan tekstur, hingga menyusun komposisi visual yang harmonis. Meskipun menghadapi kesulitan teknis seperti pasir yang mudah berantakan, siswa tetap menunjukkan kedisiplinan dan ketekunan.
Penelitian mencatat bahwa pembelajaran ini membantu meningkatkan koordinasi tangan-mata serta kemampuan menyelesaikan tugas secara bertahap.
Aktivitas ini sekaligus menumbuhkan rasa ingin tahu dan kepercayaan diri. Dengan demikian, mozaik pasir menjadi wahana pembelajaran yang menyenangkan sekaligus edukatif.
Dalam pelaksanaannya, pembelajaran ini juga memperlihatkan bagaimana siswa merespons tantangan dengan kreativitas. Mereka berani bereksperimen dengan gradasi warna, tekstur pasir dan variasi pola.
Beberapa siswa bahkan menunjukkan kemampuan mengembangkan ide mandiri tanpa menunggu arahan guru.
Fenomena ini memperlihatkan tumbuhnya kemampuan berpikir divergen, yaitu kemampuan menghasilkan berbagai kemungkinan dalam menyelesaikan karya.
Bagi banyak guru, hal ini merupakan bukti bahwa pembelajaran seni berbasis pengalaman langsung lebih efektif dibanding metode ceramah. Aktivitas ini juga membantu siswa belajar menyusun rencana, mengevaluasi hasil, dan merevisi bagian tertentu dari karyanya.
Dengan kata lain, proses kreatif berjalan secara alamiah. Tidak hanya siswa yang mendapat manfaat, guru-guru SDN 10 Riau Silip pun menyadari nilai besar dari inovasi ini.
Sebelumnya, sebagian guru belum pernah mengajarkan mozaik atau teknik seni berbahan alam. Namun, setelah melihat proses dan hasilnya, mereka mengakui bahwa mozaik pasir melatih ketelitian, kesabaran, dan kerja sama siswa.
Guru juga melihat potensi media ini untuk mengatasi keterbatasan fasilitas sekolah. Dengan memanfaatkan pasir lokal, pembelajaran seni bisa dilakukan tanpa biaya besar.
Pemikiran ini sekaligus memperkuat konsep bahwa pendidikan yang bermakna tidak selalu membutuhkan sarana mahal.
Bahkan, bahan sederhana bisa menjadi penopang utama kreativitas. Ini menandai perubahan cara pandang dalam pembelajaran seni dasar.
Melalui proses penelitian yang dilakukan secara sistematis, Inzoni berhasil mengangkat temuan penting mengenai persepsi guru dan siswa terhadap mozaik pasir.
Ia mengkaji bagaimana media ini membentuk kreativitas, kemandirian, serta motivasi belajar siswa. Penelitiannya menemukan bahwa pengalaman langsung memberikan pengaruh signifikan terhadap keberanian siswa berekspresi.
Guru pun merasakan perubahan positif dalam dinamika kelas karena mozaik menciptakan suasana kolaboratif. Data tersebut membuktikan bahwa inovasi dalam pendidikan dasar dapat memberikan dampak nyata bila dirancang dengan pendekatan ilmiah.
Temuan ini sekaligus memperkaya literatur mengenai media seni berbasis lingkungan. Dengan demikian, karya ini memiliki relevansi praktis maupun akademis.
Kualitas penelitian tersebut membawa Inzoni melangkah lebih jauh. Hasil risetnya berhasil dipublikasikan dalam Jurnal SINTA 3 Al-Madrasah STIQ Kalimantan Selatan, yang diakui Kemendikbud Ristek.
Publikasi ini merupakan capaian penting bagi seorang guru sekolah dasar, mengingat tidak banyak inovasi kelas yang terdokumentasi secara ilmiah hingga tingkat nasional.
Prestasi ini menunjukkan keseriusan Inzoni dalam menggabungkan penelitian dan praktik pendidikan. Terbitnya artikel ini membuka peluang bagi guru lain di Indonesia untuk mengadopsi media mozaik pasir sebagai alternatif pembelajaran seni.
Lebih dari itu, publikasi tersebut mengangkat nama SDN 10 Riau Silip di kancah akademik nasional. Hal ini memperkuat posisi sekolah sebagai pelopor inovasi pendidikan.
Inovasi mozaik pasir tidak berhenti sebagai karya kelas semata, tetapi juga menjadi model pembelajaran yang berpotensi dikembangkan lebih luas. Dengan memanfaatkan bahan dari lingkungan, pembelajaran seni menjadi lebih murah, kontekstual, dan relevan dengan kehidupan siswa.
Guru dapat mengintegrasikan nilai estetika, ekologi, dan karakter ke dalam satu kegiatan. Pendekatan ini sejalan dengan kebutuhan pendidikan abad 21 yang menuntut kreativitas, kolaborasi, dan keberlanjutan.
Selain itu, keberhasilan penelitian ini menegaskan bahwa guru memiliki peran strategis dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Ketika guru meneliti kelasnya sendiri, pembelajaran menjadi lebih reflektif dan tepat sasaran. Inilah wujud ideal guru inovatif.
Dengan berbagai capaian tersebut, Inzoni berharap inovasi ini dapat direplikasi dan diperluas. Ia mendorong sekolah lain untuk berani mengeksplorasi media seni alternatif yang dekat dengan kehidupan siswa.
Menurutnya, kreativitas dapat tumbuh dari bahan yang sederhana asalkan guru mampu merancang pengalaman belajar yang bermakna.
Inzoni juga berkomitmen melanjutkan penelitian selanjutnya untuk mengembangkan teknik dan media seni lainnya. Keberhasilannya menembus jurnal SINTA 3 menjadi motivasi untuk terus berkontribusi pada dunia pendidikan.
Bagi siswa SDN 10 Riau Silip, inovasi ini telah menjadi sejarah kecil yang mengubah cara mereka memahami seni. Dan bagi pendidikan Indonesia, ini menjadi bukti bahwa inovasi bisa lahir dari sekolah mana saja. (*)
Inovasi Inzoni, Guru Muda yang Berhasil Menoreh Prestasi dengan Mozaik Pasir
