BANGKA – Keputusan Bupati Bangka Nomor: 100.3.3.2/256/III/2024 tanggal 18 Maret 2024 dan Keputusan Bupati Bangka Nomor: 100.3.3.2/526/III/2024 tanggal 4 Juni 2024 kini menjadi perhatian publik, khususnya dari DPC HNSI Kabupaten Bangka dan Forum Masyarakat Nelayan Pesisir Sungailiat.
Kedua keputusan tentang pelaksanaan tindakan tertentu dalam keadaan mendesak kegiatan kerja keruk yang berlokasi di alur, muara dan kolam Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat itu diberikan kepada PT Pulomas Sentosa dan PT Naga Mas Sumatra.
Sekretaris DPC HNSI Kabupaten Bangka, Selamet Riyadi, menganggap pernyataan Penjabat Bupati Bangka dapat memicu akan terjadinya status quo terkait permasalahan di muara Jelitik.
“Sebelumnya sudah ditunjuk PT Pulomas, tiba-tiba mengeluarkan lagi SK ke PT Naga Mas. Apa hasil kajian mereka terkait permasalahan PT Pulomas? Kenapa dihentikan? Evaluasinya seperti apa? Karena jangan sampai PT Pulomas melakukan gugatan di PTUN, di situ yang kami sangat miris dengan apa yang dilakukan oleh Pj Bupati saat ini,” ungkap Selamet di Sungailiat, Selasa siang (16/7).
“Dari kebijakan dia ini akan menimbulkan konflik baru ke dapan. Karena pernah dialami oleh nelayan pada saat Erzaldi mencabut izin lingkungan PT Pulomas, siapa yang disusahkan dengan pencabutan itu? Adalah nelayan di situ, dengan ketidakpastian status pengerjaan pengerukan alur muara itu. Seandainya tidak ada kepastian di sana, hanya sementara-sementara saja, sampai 2 tahun lebih pengerjaan yang dilakukan beberapa perusahaan selama status yang tidak jelas itu kami anggap tidak maksimal,” beber dia.
Selamet mengaku tidak melihat langsung seperti apa rapat Forkopimda tanggal 3 Juni 2024? Dan siapa saja yang menghadiri? Namun yang dia ketahui, unsur-unsur Forkopimda itu bukan hanya ada Pj Bupati, Dandim dan Kapolres saja, masih ada unsur-unsur yang lain seperti DPRD, Kejaksaan dan stakeholder terkait.
“Apakah mereka mengetahui dan menyetujui? Apakah mereka diikutsertakan, diundang pada saat rapat koordinasi itu? Makanya keputusan ini kami anggap sepihak, tidak mengikuti aturan bagaimana mengambil keputusan secara Forkopimda itu. Karena unsur Forkopimda itu kurang, kami anggap ini adalah keputusan yang cacat hukum,” kata dia.
Keputusan Bupati Bangka tanggal 18 Maret 2024 yang diberikan kepada PT Pulomas Sentosa dengan memperhatikan Berita Acara Rapat Koordinasi Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung bersama Forum Koordinasi Pemerintah Daerah, Bupati Bangka dan Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Nomor: 300/745.2/KESBANGPOL-III/2023 tanggal 07 Agustus 2023.
Kemudian ada Pendapat Hukum Jaksa Pengacara Negara Kejaksaan Negeri Bangka Nomor: B-2954/L.9.11.3/Gph.1/12/2023 tanggal 19 Desember 2023 Perihal Pendapat Hukum Terhadap Penyelesaian Kendala Pendangkalan Muara Jelitik Sebagai Alur Keluar Masuk Nelayan.
“Kalau yang (Keputusan Bupati Bangka Nomor: 100.3.3.2/526/III/2024 tanggal 4 Juni 2024) untuk PT Naga Mas ini pendapat hukum dari Kejaksaan juga tidak ada. Ini menimbulkan permasalahan baru terkait kebijakan atau SK yang sudah dikeluarkan sama Pj Bupati ini,” ujar dia.
Selamet melanjutkan, semua orang punya hak mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum. Ketika permasalahan perizinan (SK Mendesak) ini digugat dan terjadi sengketa di pengadilan, maka alur muara jelitik akan berstatus quo kembali.
“Pengadilan pasti akan menetapkan status quo, tidak boleh ada kegiatan atau aktivitas di situ selama proses berjalan. Itu yang kami khawatirkan dari apa yang terjadi saat ini. Harusnya pemerintah mengerti persoalan alur muara Jelitik itu,” jelas dia.
Masih kata Selamet, nelayan tidak pernah meminta untuk dilakukan normalisasi, dari awal tidak ada pernyataan seperti itu. Cuma pemerintah yang membuatnya jadi permasalah-permasalahan normalisasi.
“Pemerintah jangan salah membuat kebijakan dalam permasalahan ini. Jangan yang membuat keputusan sendiri yang tidak berdasarkan keinginan nelayan,” tukas dia.
Sementara Ketua Forum Masyarakat Nelayan Pesisir Sungailiat sekaligus Ketua Pelaksana Harian DPC HNSI Kabupaten Bangka, Heri Ramadhani, mengatakan PT Pulomas sudah ditunjuk dengan SK sebelumnya. PT Pulomas juga sudah turun membuka alur muara yang sifatnya darurat dengan biaya sendiri tanpa bantuan dari pihak manapun.
“PT Pulomas itu diminta mengerjakan sampai sekarang. SIKK PT Pulomas itu habis tanggal 5 Mei, seharusnya SIKK itu yang diperpanjang, bukan diganti dengan perusahaan lain yang juga tidak punya SIKK, kecuali Pulomas sudah nyerah. Karena yang ditunjuk ini mengeluarkan biaya bukan sedikit, apa pemerintah mau ganti duitnya?,” kata dia.
Heri juga menanggapi pernyataan Penjabat Bupati Bangka yang mengatakan sudah memberi kesempatan kepada PT Pulomas Sentoas agar menyelesaikan perizinan dan mendatangkan kapal untuk melakukan pengerukan alur muara Jelitik.
“Bagaimana mau menyelesaikan? Izinnya saja tidak ditanda tangan. Karena mendatangkan alat itu PT Pulomas kan butuh izin? Jadi bahasa Pak Pj bilangnya sudah kasih kesempatan kepada Pulomas, kesempatan yang mana? Tidak dikeluarkan izin PT Pulomas, padahal sudah mengajukan. Saya menanyakan ke perusahaan kenapa ngeruk alur ini tidak maksimal? Jawabnya karena izinnya tidak ditanda tangan. Tapi Forkopimda tunjuk Pulomas suruh kerja buka alur muara,” tutur dia.
“Bahasa seperti itu menjadikan konflik di bawah, jadi kan bikin gaduh. Kalau dilihat, bahasanya kayak diadu domba antar perusahaan. Seakan-akan seperti itu,” imbuhnya.
Dikatakan Heri, nelayan kini sudah mendukung PT Pulomas. Hampir 3 tahun status quo gara-gara izin lingkungan PT Pulomas dicabut, akhirnya nelayan jadi tumbal, nelayan juga yang sengsara.
“Bulan April 2024 Pj Gubernur, Pj Bupati bersama Forkopimda turun ke muara, hari itu saya hadir di lapangan bersama nelayan. Itu dia suruh PT Pulomas kerja, tolong nanti diselesaikan izinnya. Ternyata Pulomas mau datangkan kapal bagaimana kalau nggak punya izin? Hanya dengan dasar SK mendesak tadi itu, jadi bukan seakan-akan Pulomas tidak mau melengkapi perizinan. Buktinya sampai sekarang masih kerja,” kata Heri.
“Kalau ngomong sifat sosial untuk nelayan sampai sekarang. Itu kita tidak tahu lagi biayanya sudah berapa banyak? Terbuka sudah alur muara. Nelayan sempat ngomong, dulu sebulan sekali dia turun melaut, sekarang sudah hampir tiap hari. Masuk, bongkar, isi es bisa keluar masuk lewat alur muara,” terang dia.
Heri menuturkan, kini kesedihan nelayan benar-benar sudah terobati oleh PT Pulomas. Tidak ada lagi yang namanya darurat, tinggal izinnya PT Pulomas saja dilengkapi.
“Tidak perlu lagi SK Darurat. Daruratnya di mana? Ini nggak darurat kok. Kami tidak menuduh atau menduga, ada apa ini? Yang penting kita dari HNSI jangan sampai terjadinya (gugatan) PTUN, nelayan yang kasihan. Tinggal para pemimpin yang berpikir dengan hati nurani,” demikian Heri. (Romlan)