HEADLINEPOST DPRD

Mahasiswa dan FPHR Kembali Datangi Komisi III

97
×

Mahasiswa dan FPHR Kembali Datangi Komisi III

Sebarkan artikel ini

PANGKALPINANG — Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, kembali menggelar audiensi bersama Forum Penyelamatan Hutan Rakyat dan Gerakan Mahasiswa Peduli Hutan Rakyat, di Ruang Banmus DPRD Babel, Kamis (17/11/2022).

Kedatangan para mahasiswa dan FPHR ke kantor DPRD Babel untuk mengawal terkait perjanjian kerjasama pemanfaatan hutan di bawah tangan, kembali terjadi tanpa sosialiasi serta tanpa sepengetahuan masyarakat.

Hal tersebut terjadi di Desa Labuh Air Pandan, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka. Pemanfaatan hutan itu dilakukan oleh PT. Narina Keisha Imani, salah satu perusahaan yang bergerak di bidang agrobisnis asal Bangka Belitung.

Sebelumnya, Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa Labuh Air Pandan bersama masyarakat sepakat untuk menolak keras keberadaan perusahaan tersebut, dengan alasan keberadaan perusahaan yang dimaksud sama sekali tidak memberikan kontribusi dan manfaat bagi masyarakat setempat.

Bahkan bertolak belakang dengan kearifan lokal Desa Labuh Air Pandan. Penolakan itu juga berdasarkan hasil musyawarah desa yang dilakukan pada 25 Juni 2020.

Kejanggalan muncul ketika izin pemanfaatan hutan oleh PT NKI yang tanpa melibatkan aparatur desa maupun masyarakat tersebut, ternyata memiliki MoU atau Naskah Perjanjian Kerjasama resmi antara Gubernur Kepulauan Bangka Belitung pada saat itu (Erzaldi Rosman) selaku Pihak Pertama dan Direktur PT Narina Keysa Imani (Reza Aditama) selaku Pihak Kedua.

Sebuah perjanjian resmi yang melupakan salah satu unsur dalam kerja sama dalam pemanfaatan hutanyang tidak melibatkan aparatur desa maupun masyarakat setempat, diduga telah menjadi indikasi bahwa kesepatakan tersebut dilakukan di bawah tangan atau secara sembunyi-sembunyi, sebab hanya melibatkan pihak tertentu saja.

Berdasarkan naskah kerja sama dengan nomor 522/II-a/Dishut tersebut menyebutkan tentang Kerja sama Pemanfaatan Hutan pada Hutan Produksi Kotawaringin Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, untuk jangka waktu 20 tahun terhitung dari 30 April 2019 s/d 30 April 2039) seluas ± 1.500 Ha.

Tak hanya itu, kejanggalan lainnya muncul ketika status kawasan hutan berbeda dari berbagai pihak. Menurut Balai Pemantapan Kawasan Hutan, kawasan tersebut berstatus Areal Penggunaan Lain, sedangkan Dinas Kehutanan sendiri menyebut kawasan tersebut berstatus Hutan Produksi.

Hal ini pun membuat masyarakat Desa Labuh Air Pandan resah terkait kejelasan status hutan di wilayah mereka sendiri. Hal tersebut akhirnya menjadi alasan dasar BPD dan masyarakat Desa Labuh Air Pandan, Mendo Barat, Bangka menolak keras keberadaan PT. NKI.

Akan tetapi, mengenai status kawasan hutan itu sendiri, bila merujuk BATB Tanggal 14 Maret 1992 berstatus APL. Kemudian, berdasarkan SK.76/Kpts-II/2001 Tanggal 15 Maret 2001 berstatus APL, dan SK. 357/Menhut-II/2004 Tanggal 1 Oktober 2004 berstatus APL. Sedangkan SK.798/Menhut-II/2012 Tanggal 27 Desember 2012 berstatus HP.

Sebelumnya pihak desa bersama masyarakat telah melakukan audiensi dengan DPRD Provinsi Bangka Belitung, hasil audiensi menjadi dasar dibentuknya panitia khusus izin kawasan hutan yang bertugas menuntaskan permasalahan yang sedang terjadi.

Hal itu diutarakan Aldy Kurniawan, koordinator GMPHR Babel mengatakan, akan terus mengawal secara penuh agar permasalahan ini akan terselesaikan dan masyarakat dapat mendapatkan haknya kembali. Dirinya melihat permasalahan ini harus segera diselesaikan dan diusut dengan cepat dan profesional.

“Ini sebagian dari perjuangan mahasiswa untuk membela hak masyarakat seperti saya sampaikan pada saat audensi beberapa waktu yang lalu. Kita seperti dijajah oleh bangsa sendiri inilah yang terjadi hari ini. Kami sudah sampaikan buktinya secara resmi dan kami sah kan langsung pada ketua Pansus bukti-bukti seperti penjualan dan sebagainya itu sudah ada semua,” kata Aldi.

Ia menambahkan, kedatangan mahasiswa GMPHR Babel ke kantor DPRD Babel itu sebagai bentuk perjuangan untuk membela masyarakat. Selain itu, mahasiswa sudah melakukan kajian dan pendekatan dengan masyarakat sehingga memiliki data yang faktual untuk dikawal demi kepentingan masyarakat Labuh Air Pandan khususnya.

“Jadi tidak mungkin bicara tanpa sumber yang tidak pasti semuanya lengkap dan kami melakukan kajian ini juga bersama masyarakat. Terutama masyarakat Labuh Air dan Desa lain sejujurnya kami mengkaji dalam untuk Desa Labuh Air Pandan ini. Karena ini yang luar biasa menurut kami, untuk memperkuat masyarakat Desa Labuh Air pantas bagi kami untuk di teruskan,” bebernya.

Selain itu, dengan tegas Aldi menyampaikan kepada pemerintah Provinsi Babel untuk mencabut izin PT NKI. Menurutnya tidak ada kejelasan status tanah yang dikuasai oleh Perusahaan tersebut.

“Karena kerjaan sudah tidak jelas, kemudian dijual lagi tanahnya. Nah itu kami sarankan yang mana hari ini mewakili mahasiswa sebagian kontrol membantu masyarakat untuk jalannya pemerintahan, Negara, selayaknya proses soal PT NKI dicabut saja,” demikian Aldi.

Keberatan atas keberadaan perusahaan itu juga diutarakan, juru Bicara FPHR, Rudi. Dia menyebut pihaknya ingin menyampaikan aspirasi dan hasil terkini dari penyelidikan terkait kejelasan lahan masyarakat di beberapa desa tersebut.

“Kedatangan kami hari ini untuk menyampaikan aspirasi masyarakat dan hasil terkini dari penyelidikan kami mengenai pelanggaran yang dilakukan beberapa perusahaan ini. Kami juga meminta agar tim pansus segera mengevaluasinya, agar tidak merugikan masyarakat kecil,” ujar Rudi.

Sementara, Ketua Komisi III DPRD Bangka Belitung, Adet Mastur, mengatakan mereka telah mendengar dan menerima laporan berkaitan dengan keluhan masyarakat tersebut.

“Kami sudah tahu akar permasalahan, sudah kami terima semua. Tinggal cari solusi dengan dukungan data-data, di pansus sudah mengumpulkan data, sudah diangka 50 persen kami terima,” kata Adet.

Ia menambahkan, panitia khusus izin kawasan hutan di DPRD Babel, bakal melaporkan sejumlah temuan ke Kementrian Kehutanan, agar dilakukan evaluasi berkaitan dengan izin kawasan hutan.

“Besok akan kami sampaikan ke kementerian di Jakarta, tinggal menunggu kesimpulan dari kerja pansus. Sehingga jangan ada sampai ada terbit izin kawasan hutan baru,” terangnya.

Menurutnya, akar permasalahan yang terjadi yaitu mengenai permasalahan hutan. Izin usaha yang banyak masuk dalam kawasan hutan, dikeluhkan sejumlah masyarakat.

“Akar permasalahan masalah hutan. Izin usaha yang masuk ke dalam kawasan hutan tidak jelas. Empat perusahan bekerjasama dengan pemprov ada fee ada transaksi jual beli, kawasan hutan, tentu itu jelas melanggar, kami sudah pegang ada kwitansi-kwitansi akan kita laporkan,” tegasnya.

Adet juga meminta pemerintah, tidak lagi memberikan izin usaha di dalam kawasan hutan. Meminta melakukan evaluasi terhadap izin yang telah diberikan ke sejumlah perusahaan.

“Apabila nanti hasil evaluasi banyak pelanggaran, harapan kita cabut izinnya seperti di Bangka Tengah, izin HTI-nya dicabut dan dikembalikan ke negara. Selain itu, saat ini ada sejumlah area terjadi perubahan status hutan. Ada satu desa dan daerah dahulunya APL, ternyata menjadi HP dan HL. Jadi masyarakat tidak dapat berbuat apa-apa, makanya itu mesti revisi tata ruang kita,” tutupnya. (Dika)