BANGKA BARAT – Perwakilan masyarakat Jebus Rudy Fitrianto, salah seorang dari ribuan masyarakat yang berunjuk rasa menolak HTI di Kantor DPRD Bangka Barat berharap Bupati, Wakil Bupati, unsur Forkopimda serta anggota DPRD bersikap lebih tegas, cepat dan peduli dalam memperjuangkan kepentingan-kepentingan masyarakat.
Hal itu Rudy sampaikan pada rapat dengar pendapat bersama anggota DPRD, Forkopimda dan masyarakat dari enam kecamatan yang unjuk rasa menolak PT BRS di Mahligai Betason 2, Selasa (2/7/2024).
“Ini bukan hal baru, jadi kurang lebih sebelas tahun lalu sejak SK 336 IUP HTI ini diberikan kepada PT BRS. Kemudian berubah menjadi SK 594 yang 66.460 hektare berubah menjadi 57.320 hektare. Sebelas tahun yang lalu Pak, sejak 2013,” cetus Rudy.
Menurut dia konflik antara warga dan pihak perusahaan terkait penolakan HTI sudah sering kali terjadi, bahkan sejak 2014 hingga hari ini. Tapi persoalan serupa masih saja terjadi.
“Kalau bicara rekam jejak konflik sudah ada sejak 2014, 2017, 2018 hingga terakhir Pansus DPRD provinsi Februari 2023,” sambungnya.
Menurut Rudy, rekomendasi Pansus DPRD Provinsi Babel 2023 meminta kepada gubernur dan Kementerian Lingkungan Hidup untuk mencabut konsesi yang diberikan kepada PT BRS. Namun hal itu tidak berarti apapun.
Konflik terus bergulir hingga kini dan Pemda Bangka Barat memanggil PT BRS dan masyarakat Desa Ketap, Kecamatan Jebus 22 Juli 2024 lalu, masih membahas persoalan yang sama.
Bahkan, kata dia, insiden massa juga terjadi di Desa Rukam, Kecamatan Jebus, 23 Juli setahun yang lalu.
“Ini jelas ada perjanjian yang dibuat oleh masyarakat Desa Rukam melalui kepala desa, BPD dan PT BRS juga sepakat tidak akan pernah masuk lagi ke lahan masyarakat, mengganggu lahan masyarakat dan beraktivitas di desa itu. Ini contoh, baru satu tahun lalu,” tukasnya.
Dikatakan Rudy, masalah plang larangan yang dipasang PT BRS di lahan kapan saja bisa dicabut dan dibuang warga, tapi hal yang paling penting menurut dia legalitas PT BRS yang harus dicabut.
“Tetapi bukan itu permasalahannya, legalitasnya harus segera dicabut. Kami hadir di sini memberikan support. Kami yakin pemimpin-pemimpin yang ada di hadapan kami ini mampu memberikan solusi memberikan keputusan yang terbaik pada hari ini termasuk wakil-wakil kita,” imbuh dia.
Ditegaskan Rudy daerah ini sedang tidak baik – baik saja. Sebab, kepentingan pengusaha, khususnya PT BRS yang bergerak di bidang Hutan Tanam Industri mengancam daerah Bangka Barat ini.
Dan sebelas tahun bukan waktu yang singkat. Menurut dia, seharusnya sejak izin berikan kepada PT BRS sejak 2013, maka pemerintah harus melakukan evaluasi.
“Sekarang bapak-bapak boleh lihat di lapangan, apa yang dilakukan BRS? Berapa persen yang mereka laksanakan?,” ujarnya.
Juga di tahun 2018 lalu terjadi kesepakatan antara masyarakat dan Gubernur Bangka Belitung ketika itu. Gubernur, menurut Rudy, berjanji akan menyampaikan rekomendasi kepada pihak kementerian di pusat, tapi hasilnya nihil.
“Ternyata konsesi itu masih bercokol di Bangka Barat ini. Apa yang bapak lakukan? Termasuk rekan-rekan yang ada hari ini dalam sejarah perjuangan penolakan HTI. Apa yang diperbuat? Kami hadir hari ini mengadukan nasib kami,” ketusnya.
“Hari ini kami berharap agar bapak – bapak unsur Forkopimda dan wakil rakyat kita dapat berbuat secara nyata agar hari ini harus ada keputusan harus ada langkah cepat,” sambung Rudy. (SK)
Sumber: portaldutaradio.com