HEADLINEPEMPROV BABEL

Meninggalkan Jejak Digital, Cyberbullying Lebih Kejam Dibandingkan Bullying Dunia Nyata

50
×

Meninggalkan Jejak Digital, Cyberbullying Lebih Kejam Dibandingkan Bullying Dunia Nyata

Sebarkan artikel ini
Foto: Dinas Kominfo

Perundungan atau bullying tak hanya kerap kita jumpai di dunia nyata. Namun seiring dengan berkembangnya teknologi informasi di era digital, perundungan juga merambah dunia maya dalam bentuk cyberbullying.

Cyberbullying ini menjadi fenomena baru, terutama di kalangan anak-anak berusia remaja. Cyberbullying lebih kejam dibandingkan bullying, karena meninggalkan jejak digital seperti foto, video, dan tulisan. Dampak cyberbullying juga tergolong dahsyat, karena mampu mengguncang psikologis seseorang.

Dilihat dari sudut pandang ilmu psikologi, cyberbullying termasuk bagian dari aksi bullying. Ditinjau dari sudut pandangan ilmu hukum, cyberbullying adalah kejahatan yang dilakukan secara sengaja dalam bentuk fitnah, cemooh, kata-kata kasar, pelecehan, ancaman dan hinaan.

Bentuk kejahatan ini bermula dari perilaku merendahkan martabat dan mengintimidasi orang lain melalui dunia maya. Tujuannya, agar target mengalami gangguan psikis. Model bullying terbaru ini justru lebih berbahaya karena dapat dilakukan siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.

Tentunya masalah ini perlu menjadi perhatian serius. Di Indonesia sendiri, kasus cyberbullying merupakan kasus yang cukup tinggi. Berdasarkan data UNICEF, terungkap bahwa 45% dari 2.777 anak di Indonesia mengaku pernah menjadi korban cyberbullying.

Hal ini diperkuat berdasarkan penelitian Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, bahwa 49% dari 5.900 responden mengaku pernah di-bully di internet. Selebihnya, 47,2% belum pernah di-bully dan 2,8% tidak menjawab.

Adapun berdasarkan teori Willard, terdapat enam bentuk yang dapat menggambarkan cyberbullying:

1. Flaming, yaitu mengirimkan pesan teks yang berisi kata-kata yang penuh amarah, kasar, dan/ frontal.

2. Harassment (gangguan), merupakan cyberbullying yang berbentuk berbagai macam pesan yang mengganggu pada email, sms, maupun pesan teks di jejaring sosial yang dilakukan secara terus menerus.

3. Denigration (pencemaran nama baik), dimana pelaku mengumbar keburukan seseorang di internet dengan maksud merusak reputasi dan nama baik orang tersebut, hal ini dapat berupa fitnah/ gosip atau membuat postingan bernada kebencian atau mengumbar kejelekan korban.

4. Impersonation (peniruan), pelaku berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan-pesan atau status yang tidak baik, agar teman korban mengira bahwa status atau pesan tersebut adalah asli dari si korban.

5. Outing, dimana pelaku menyebarkan rahasia orang lain, atau foto-foto pribadi orang lain dengan maksud mengumbar borok atau privasi orang lain tersebut.

6. Trickery (tipu daya), pelaku membujuk korban dengan tipu daya agar mendapatkan rahasia atau foto pribadi orang tersebut yang akan dijadikan senjata untuk mempermalukan atau meneror korban.

Dampak dari cyberbullying ini sangat berbahaya bagi para korban, seperti mempengaruhi kondisi psikologis untuk menarik diri dari lingkungan sosial, depresi, dan kehilangan kepercayaan diri, bahkan yang berbahaya bisa menyebabkan korban ingin melakukan bunuh diri.

Tak hanya bagi korban, efek melakukan cyberbullying pada pelaku menyebabkan mereka berperilaku buruk, seperti cenderung agresif terhadap kekerasan, berwatak keras, mudah marah dan impulsif.

Kemudian toleransi rendah, rasa empati kurang, merasa memiliki kekuasaan terhadap keadaan, hingga  cenderung tidak dapat mengembangkan hubungan sosial yang sehat.

Lantas bagaimana cara mengatasi cyberbullying? Dilansir Times Indonesia (Agustus, 2022), literasi digital diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi upaya menghentikan dampak negatif dari penyalahgunaan internet, salah satunya cyberbullying.

Dengan mempelajari literasi digital dalam bermedia sosial, setiap insan akan memahami 4 pilar, yaitu etis bermedia digital, aman bermedia digital, cakap bermedia digital dan budaya bermedia digital.

Dengan memahami 4 pilar tersebut, diharapkan masyarakat dapat mengikuti perkembangan dunia digital secara baik dan produktif, dan sesuai nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara, sehingga cita-cita terwujudnya Indonesia Makin Cakap Digital akan menjadi kenyataan.

Terakhir, Jika anda menjadi salah satu korban cyberbullying, hal pertama yang harus dilakukan dengan tidak membalas aksi pelaku. Membalas aksi pelaku akan membuat anda ikut menjadi pelaku cyberbullying.

Cara mengatasinya dengan memblokir akun sosial media pelaku. Lalu komentar pelaku dapat dilaporkan ke pihak sosial media. Anda juga dapat memberikan alasan mengapa anda melaporkan komentar pelaku.

Cara lain untuk mengatasi cyberbullying adalah dengan melaporkan ke pihak berwajib. Korban dapat melaporkan hal-hal yang mengandung penghinaan atau SARA ke Layanan Aduan Konten dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Anda dapat melapor ke situs https://layanan.kominfo.go.id/ atau email di aduankonten@mail.kominfo.go.id. Anda hanya perlu menyertakan nama, tautan pengaduan dan screenshot dari konten yang ingin dilaporkan. (*)

Sumber: Dinas Kominfo