JAKARTA – Pemerintah bergerak cepat menyiapkan berbagai skenario untuk mengantisipasi dampak gejolak geopolitik dunia saat ini.
Di samping itu, fundamental ekonomi nasional juga kuat yang di antaranya terlihat dari prospek bagus kepercayaan konsumen yang berada di level positif yakni 123,8.
Penjualan eceran yang tumbuh tiga setengah persen year on year, dan sektor manufaktur yang relatif tinggi dibandingkan berbagai negara lain yakni PMI 54,2.
Sementara itu, inflasi Indonesia juga relatif terkendali dalam rentang 2,5±1 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa dalam gejolak geopolitik saat ini, para pemimpin dunia juga relatif menghindari eskalasi dan potensi-potensi disrupsi terkait dengan logistik, supply chain dan kepentingan di Selat Hormuz.
Hal tersebut disampaikan Airlangga dalam konferensi pers terkait kondisi ekonomi terkini yang digelar di selasar Loka Kertagama Kemenko Perekonomian, Kamis (18/4/2024).
“Kalau kita lihat, kepercayaan investor terhadap ketahanan ekonomi Indonesia baik. Pertumbuhan ekonomi kita 2024, 5 persen, diperkirakan 5,1 persen. Sedangkan pertumbuhan global di tahun ini diperkirakan 3,2 persen,” ungkap dia.
“Jadi, Indonesia jauh di atas perkembangan ekonomi global, dan ekonomi global diperkirakan flatten, tetap, sedangkan Indonesia 5,1 persen di 2025. Dan juga negara berkembang pun rata-rata emerging countries di 4,2 persen,” jelas Airlangga.
Lebih lanjut Airlangga juga menyampaikan, Lembaga Pemeringkat Moody’s menilai ketahanan ekonomi Indonesia tetap terjaga dengan pertumbuhan yang tinggi dan stabil, dengan berbagai instrumen kebijakan kuat di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Moody’s mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada peringkat Baa2, satu tingkat di atas investment grade, dengan outlook stabil pada 16 April 2024.
“Faktor ketidakpastian itu sudah dimasukkan dalam pertimbangan mereka. Demikian pula Fitch dan JCR menyatakan bahwa inflasi terkendali dan rasio utang terhadap PDB juga rendah dan terkendali,” kata Airlangga.
Kemudian terkait tekanan global terhadap nilai tukar, termasuk rupiah, Airlangga menyatakan saat ini pelemahan nilai tukar di berbagai negara disebabkan oleh menguatnya perekonomian Amerika Serikat.
Meski demikian, Airlangga menegaskan penurunan nilai tukar rupiah tidak lebih dalam dibanding negara lain seperti China dan Thailand.
Jika dibandingkan dengan peer country, indeks dolar di Indonesia relatif lebih aman. Airlangga juga mengatakan, pasar saham Indonesia masih positif.
“Sekali lagi, hire for longer itu strategi mereka, sehingga tentu kita harus jaga kepercayaan investor dalam negeri, terutama agar tidak terjadi capital outflow,” demikian Airlangga. (*)
Sumber: Sekretariat Presiden