BANGKA — Pekan lalu, publik dihebohkan dengan adanya pemberitaan terkait permintaan uang bendera dari Ketua RT Dusun Mengkubung.
Untuk diketahui, uang bendera adalah sejenis setoran wajib yang dipungut oleh panitia dari penambang, untuk kepentingan tertentu, namun dasarnya kembali kepada masyarakat.
Daud, selaku tokoh agama Dusun Mengkubung, Desa Riding Panjang, Kecamatan Belinyu, buka suara tentang uang bendera yang kerap kali hadir, saat dimulainya kegiatan penambangan di perairan Dusun Mengkubung. Bahkan, kata Daud, permasalahan itu tidak akan ada habisnya, sebab yang mereka hadapi adalah Sultan dari Dusun Mengkubung.
” Jadi waktu di lapangan itu, dari Rp. 3 Juta, 1,5 nya untuk bagian mereka (koordinasi), untuk 17 persen katanya ke masyararakat. Jadi kejadian seperti sekarang ini kan, kami masyarakat ini dengan sistem seperti itu, sudah berumur-umur begini selalu mentah. Kalau mau berhadapan dengan Sultan Mengkubung (Ks) itu kan kami manggilnya Sultan Mengkubung orang kebal hukum. Kalau berhadapan dengan dia bakal kalah lah kita,” ungkap Daud, saat dijumpai di kediamanya, di Dusun Mengkubung, Rabu (02/03) sore.
Daud membeberkan, sempat dirinya mengajukan diri untuk mengambil alih penambangan di Mengkubung. Dengan alasan, kata dia, untuk membantu membangun Dusun itu. Sebabnya, lanjut Daud, harga timah yang dibeli dari kegiatan penambangan di Mengkubung sebelumnya hanya dibeli dengan harga Rp. 120 Ribu.
” Jadi maksud saya ini, untuk melepas dzolim, untuk membangun kampung. Kalau disini masih sisa belasan penambang, yang lain alat-alat sudah terjual karena lama nggak bekerja. Dulu pernah timah harga di luar Rp. 200 Ribu, waktu itu timah saya ini 10 kg, jual, dipotong 15 persen, sisa 8,5 kg, terus ambil cantingan, tinggal 7,5 kg. Nah 7,5 kilo ini dikali Rp. 125 Ribu, berapa dan apa buat saya,”
Wisnu, selaku Ketua Wilayah dari Forum Nelayan Riding Panjang menegaskan, pihaknya memang tidak setuju dengan adanya kegiatan penambangan di perairan Mengkubung. Apalagi dengan adanya pungutan uang bendera, kata Wisnu, itu jelas saja praktik pungli.
” Yang jelas kami dari nelayan, tetap tidak setuju dengan kegiatan tambang tersebut. Sangat miris melihat oknum-oknum yang bermain disitu, apalagi Pak RT sendiri yang menarik uang bendera. Dan menurut saya, itu adalah pungli,” tegas Wisnu, Rabu sore.
Wisnu cs pun hingga saat ini, masih menanti tindakan ataupun kepastian hukum dari para aparat hukum lainnya, guna mengusut hal itu.
” Kami tunggu tindakan tegas APH dalam mengusut tuntas masalah ini, dan meminta pihak pemdes Riding Panjang untuk memberikan sanksi tegas kepada oknum nya yang membekingi aktivitas tersebut,” kata dia.
Terpisah, salah satu warga Belinyu, yang enggan menyebutkan namanya, yang mengaku pulang melaut mengaku, masih saja melihat ponton-ponton yang terparkir di tepian pantai Mengkubung.
” Masih ada ponton tadi kami lewat, dekat bibir pantai, tapi nggak kerja, nggak tau punya siapa,” ujarnya. (Randhu)