HEADLINE

Masih Ada 14 Desa di Babar dengan Kasus Stunting Tertinggi

114
×

Masih Ada 14 Desa di Babar dengan Kasus Stunting Tertinggi

Sebarkan artikel ini
Kabid Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat, Nurmala, di ruang kerjanya, Kamis ( 27/1 ).

BANGKA BARAT — Kasus stunting di Kabupaten Bangka Barat seperti tidak kunjung habis. Walaupun saat ini angkanya sudah dibawah ambang batas 18 persen seperti yang ditetapkan pemerintah, faktanya masih terdapat 14 desa yang angka stuntingnya berada di atas 20 persen.

Dinas Kesehatan Bangka Barat mencatat, terdapat 10 desa di Kecamatan Simpang Teritip yang memiliki kasus stunting tertinggi.

Kesepuluh desa tersebut yakni
Desa Simpang Gong, Pelangas, Berang, Ibul, Peradong, Air Nyatoh, Kundi, Simpang Tiga, Air Menduyung dan Bukit Terak.

Selain itu terdapat empat desa di Kecamatan Kelapa dengan kasus yang sama yaitu, Desa Tugang, Tuik, Pangkal Beras serta Dendang.

Namun menurut Kabid Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat, Nurmala, tahun 2021 angka stunting di Bumi Sejiran Setason mengalami penurunan 1,3 persen bila dibandingkan dengan tahun 2020.

” Tahun 2021 stunting kita 11, 1 persen dan tahun 2020 sebanyak 12,4 persen. Artinya menurun sebesar 1,3 persen,” jelas Nurmala di ruang kerjanya, Kamis ( 27/1 ).

Nurmala mengatakan, terdapat sejumlah faktor yang menjadi penyebab tingginya angka stunting di Kecamatan Simpang Teritip, diantaranya, ketersediaan jamban, pendidikan ibu dan ASI eksklusif

” Lalu rata – rata yang stunting itu sepertinya rendah di tingkat pendidikan, karena rata – rata ibunya tidak bersekolah,” tukasnya.

Pernikahan dini menurut dia juga menjadi salah satu faktor penyebab anak – anak menderita stunting, di mana pasangan muda yang belum cukup umur tidak siap untuk memiliki anak.

” Ada juga pengaruh pernikahan dini, karena ketidaksiapan, mungkin umur pernikahan terlalu muda. Umur ibu saat menikah dan rata – rata stunting itu di bawah 18 tahun, jadi kami juga memang tidak meneliti dan hanya mengambil kesimpulan dari data yang kami punya,” ucap Nurmala.

Dinas Kesehatan terus berupaya menurunkan angka stunting dengan berbagai program unggulan, seperti
Gerakan Terarahnya Tangani Stunting dengan 24 langkah (GTS24), serta peran aktif Puskesmas.

Dalam program tersebut, Dinkes antara lain mengintervensi makanan bagi anak stunting penderita gizi buruk dan mensupport gizi ibu hamil.

Nurmala mengimbau kepada masyarakat, terutama para ibu agar selalu rajin untuk kontrol kesehatan bayi pada saat masa kehamilan, apalagi ibu – ibu yang menikah muda.

Sebab mereka berpotensi melahirkan anak BBLR atau Berat Bayi Lahir Rendah. Kondisi seperti ini bisa menyebabkan stunting.

” Ibu menikah di usia muda itu sebagian melahirkan anak yang BBLR dan bisa menyebabkan stunting. Usia pernikahannya masih rendah dan alat reproduksi mungkin belum siap. Ada sebagian yang jarang kontrol, karena mungkin pernikahannya hamil dulu,” pungkas Nurmala.

Untuk diketahui, stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak, yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek ( kerdil ) dari standar usianya. ( SK )