BANGKA BARAT — Jamaluddin, seorang pelaku pencuri handphone kini dapat berlega hati setelah luput dari jeratan hukum. Pasalnya, Sahrul selaku korban sepakat menyelesaikan kasus tersebut secara kekeluargaan di Kejaksaan Negeri Bangka Barat, Senin ( 7/2 ) pagi.
Kejari melakukan gelar perkara Restorative Justice ( RJ ) atas kasus tersebut dan menyatakan persoalannya selesai dengan damai, sehingga Jamaluddin tidak perlu mendekam di balik jeruji besi.
Jamaluddin mengaku bersyukur bisa luput dari hukuman penjara dan kasusnya dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Ia mengambil handphone milik Sahrul karena terpaksa dan itu pun untuk dipakai, bukan dijual.
” Ngambil handphone cuma untuk anak dan istri, untuk dipakai bukan untuk dijual. Sebelumnya saya ada handphone cuma rusak waktu itu. Saya nggak akan mengulangi lagi ( mencuri ) dan menjadikan ini pelajaran,” ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Sahrul. Menurutnya, Jamaluddin masih keluarga dari pihak istrinya, hal itu menjadi alasan baginya untuk memaafkan perbuatan Jamaluddin dan menyelesaikan masalah itu secara baik – baik, kendati sebelumnya ia memang membawa masalah tersebut ke ranah hukum.
” Diselesaikan secara kekeluargaan, dia juga kan punya anak kasihan juga sama anak istrinya. Bukan orang lain kan sebagai keluarga dari istri aku. Kejadiannya sudah sekitar tiga bulan. Dia sudah minta maaf, tapi tetap lanjut yang kemarin, kemudian diselesaikan secara kekeluargaan,” ungkap Sahrul.
Sementara itu Kepala Kejaksaan Negeri Bangka Barat, Helena Octavianne mengatakan, kasus Jamaluddin dan Sahrul merupakan kedelapan kalinya diselesaikan secara Restorative Justice.
Perkara RJ lain yang telah diselesaikan di Kejari Bangka Barat diantaranya laka lantas, penganiayaan serta pencurian.
” Alhamdulillah hari ini kami sudah melakukan eksekusi terhadap perkara pencurian sebuah handphone, dimana kemudian kita lakukan Restorative Justice. Ini adalah kedelapan kalinya kami melakukan RJ di Kejari Bangka Barat, permohonan ada sembilan nama, dikabulkannya ada delapan,” terang Helena.
Dikatakannya, terdapat beberapa syarat agar RJ bisa dilakukan, diantaranya pelaku baru kali pertama melakukan tindak pidana dan kerugian yang dialami korban di bawah Rp. 2,5 juta.
Menurut Helena tahapannya pun sampai ke Kejaksaan Agung, sejak berkas masuk ke Kejari hingga dinyatakan P21, kemudian dilakukan ekpose di Kejagung.
“ Dari Kejaksaan Agung sangat cepat prosesnya. Setelah disetujui oleh Jaksa Agung muda dan Pidana Umum kemudian kita langsung menyerahkan kepada tersangka supaya bisa langsung dieksekusi untuk perkara RJ,” ujarnya.
Dia menambahkan, Restorative Justice memang perintah dari Jaksa Agung sebagai upaya penyelesaian perkara tindak pidana yang adil antara pelaku, korban serta pihak lain dengan penekanan pemulihan kembali kepada keadaan semula dan bukan pembalasan. ( SK )