HEADLINE

Turun ke Lapangan, Komisi II Media Nelayan Dengan PT Timah

110
×

Turun ke Lapangan, Komisi II Media Nelayan Dengan PT Timah

Sebarkan artikel ini

BANGKA BARAT — Komisi II DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang dipimpin Adet Mastur, merespon cepat pengaduan sejumlah nelayan Desa Bakit, yang merasa mata pencaharian mereka terganggu akibat adanya aktivitas Kapal Isap Produksi dan Ponton Isap Produksi di kawasan Perairan Bakit dan Teluk Kelabat Dalam.

Respon yang dilakukan oleh Adet Mastur dan kawan-kawan, yaitu memediasi para nelayan dengan PT. Timah yang dihadiri langsung General Manager PT. Timah Wilayah Operasi Bangka Belitung, Robertus Bambang Susilo, Camat Parit Tiga, di sebuah rumah makan di kawasan Desa Bakit, Senin, (20/12).

“Kehadiran kita di Desa Bakit ini untuk mendengarkan aspirasi dari para nelayan, dan keterangan PT. Timah. Sekaligus sebagai tindak lanjut dari pengaduan yang dilakukan kelompok nelayan ke DPRD beberapa waktu yang lalu,” ungkap Adet membuka dialog.

Adet melanjutkan, ada beberapa kelompok nelayan di Desa Bakit yang membutuhkan perhatian, dan pro kontra kehadiran kapal isap produksi di wilayah penambangan PT. Timah di Teluk Kelabat perlu diselesaikan agar tidak berlarut-larut.

“Pro dan kontra ini saya anggap tidak telalu signifikan, pada dasarnya PT. Timah siap membantu para nelayan yang terdampak. Tergantung permintaan maupun pengajuan program usaha oleh para nelayan kepada PT. Timah. Itu bentuk usaha yang diberikan oleh PT. Timah kepada nelayan, tinggal nelayan dan PT. Timah untuk bertemu,” kata dia.

Sementara itu Anggota Komisi II DPRD Babel, Heryawandi menambahkan, bahwa mediasi yang dilakukan oleh Komisi II ini bukan untuk menyalahkan pihak tertentu, melainkan mencari solusi bersama agar tujuan kesejahteraan masyarakat tercapai.

“Hadirnya Pt. Timah dan beroperasi tentunya juga untuk tujuan kesejahteraan masyarakat. Kita di Komisi II hadir disini bukan untuk menyalahkan, tapi bagaimana untuk bisa duduk bersama. Kalau soal dampak laut jangka panjang memang perlu dipikirkan. Apa yang dirasakan nelayan yang merasa tidak adil ini, justru bisa memunculkan hal negatif yang besar. Bukan cuma ekonomi, tapi juga perasaan,” bebernya. (*)

Sumber : Setwan